Perkembangan Animasi di Indonesia
ANIMASI
PERKEMBANGAN
ANIMASI DI INDONESIA
Indonesia
sendiri telah memiliki beberapa animasi semenjak masa Pak Karno menjadi
presiden. Simak Si Doel Memilih, sebuah animasi dua dimensi yang berisi ajakan
untuk mengikuti pemilihan umum pertama di Indonesia (karya Dukut Hendronoto).
Animasi kemudian banyak diminati karena menjamurnya televisi di Indonesia.
Meskipun awal kemunculannya hanya untuk iklan layanan masyarakat, tapi
masyarakat mulai menggemarinya.
Awal
tahun ’70-an, muncul studio animasi di Jakarta bernama Anima Indah. Kalau tidak
salah, pendirinya adalah warga negara Amerika. Ia kemudian merekrut karyawan
untuk disekolahkan menjadi animator. Kala itu animasi dipandang sebagai prospek
yang menjanjikan sebagai metode baru dalam penyampaian pesan di dunia
periklanan. Berlanjut ke tahun ’80-an yang kian semarak karena animasi mulai
dikembangkan dalam format film. Ada beberapa judul sewaktu itu. Seperti “Rimba
si Anak Angkasa” oleh Wagiono Sunarto selaku sutradara, animasi serial TV “Si
Huma”, dan “PetEra”. Tahun ’90-an dunia animasi dalam negeri kian ramai. Cek
Legenda Buriswara, Nariswandi Piliang, dan Satria Nusantara. Ada juga animasi
serial Hela, Heli, Helo yang dibuat di Surabaya dengan teknik tiga dimensi.
Setelah
itu, tepatnya pasca ’98, animasi dengan konten cerita rakyat kian menjamur
macam Bawang Merah dan Bawang Putih, Timun Mas, juga Petualangan si Kancil.
Masuk era milenium kedua, perkembangan animasi makin tak bisa dianggap remeh.
Banyak studio animasi bermunculan, contohnya Red Rocket Animation, Castle
Production, dan lain-lain. Berbagai judul animasi juga bermunculan dengan ciri
khas menggabungkan animasi 2D dan 3D. Film animasi menjadi semakin serius,
dimulai dengan masuknya mereka ke layar lebar. Ada Janus Prajurit Terakhir di
tahun 2003 dan Homeland yang dirilis pada Mei 2004. Sampai juga pada akhir-akhir
ini yang terbaru, Battle of Surabaya yang hak distribusinya telah dilirik Walt
Disney.
Hari
ini kita mengenal Hebring, Sapa Jarwo, Bilu Mela, Gob and Friends, dan banyak
lagi. Sayang tak semuanya tampil di televisi, sehingga tak bisa disaksikan
secara mudah. Kebanyakan mencoba indie dengan menampilkan karya mereka di
YouTube. Tak apalah, kita bisa lebih bebas mencari cerita yang sesuai selera.
Daripada menontn animasi televisi yang penuh sensor irasional? Kadang ada yang
ceritanya dipotong, diburamkan gambarnya, atau film animasi yang diputar hanya
itu-itu saja. Itu-itu saja pun lebih memilih produksi animasi dari luar negeri.
Padahal film animasi luar negeri punya standar nilai dan moral sendiri. Belum
tentu standar nilai dan moral itu bisa langsung diterima dan dipahami penonton
televisi di Indonesia. Kata Tan Malaka, idealisme adalah kemewahan terakhir
yang dimiliki oleh pemuda. Maka banggalah kita pada animator Indonesia yang
tetap berkarya di luar televisi lewat jalur indie. Daripada menuruti permintaan
televisi, kalian memilih berkreasi dengan cara sendiri. Tak ada hasil manis
tanpa peluh keringat terlebih dahulu. Semangat berkarya animator Indonesia.
Sejak
dekade 2000, seniman Indonesia semakin sering membuat karya animasi. Si
Hebring, Juki, Adit & Sopo Jarwo merupakan segelintir animasi lokal yang
populer. Meski demikian, industri animasi Indonesia masih mengalami banyak
masalah. Dengan adanya biaya produksi yang mahal, upah yang tidak menentu dan
kurangnya dari TV Konvensional yang membuat tidak banyak animasi lokal yang
bisa diciptakan. Akibatnya pasar lokal dengan mudahnya dibanjiri oleh animasi
asing.
REFERENSI
Komentar
Posting Komentar